Wednesday, December 24, 2008

Fatwa Ulama Seputar Perayaan Natal dan Tahun Baru (Masehi)

Assalamualaikum wr wb;

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin pernah ditanya mengenai hukum seputar perayaan hari Natal.
Pertanyaan: Apa hukumnya mengucapkan selamat kepada selamat kepada orang kafir pada perayaan hari besar keagamaan mereka? (Misal: Merry Christmas, selamat hari Natal dan tahun baru) Dan bagaimana kita menyikapi mereka jika mereka mengucapkan selamat Natal kepada kita. Apakah dibolehkan pergi ketempat-tempat dimana mereka merayakannya. Dan apakah seorang Muslim berdosa jika ia melakukan perbuatan tersebut tanpa maksud apapun? Akan tetapi ia melakukannya hanya menampakkan sikap tenggang rasa, karena malu atau karena terjepit dalam situasi yang canggung, ataupun karena alasan lainnya. Dan apakah dibolehkan menyerupai mereka dalam hal ini?

Jawab: Mengucapkan selamat kepada orang kafir pada perayaan Natal atau hari besar keagamaan lainnya dilarang menurut ijma’. Sebagaimana disebutkan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam bukunya “Ahkamu Ahlidz-dzimmah”, beliau berkata, “Bahwa mengucapkan selamat terhadap syi’ar-syi’ar kafir yang menjadi ciri khasnya adalah haram, secara sepakat. Seperti memberi ucapan selamat kepada mereka pada hari-hari rayanya atau puasanya, sehingga seseorang berkata, “Selamat hari raya”, atau ia mengharapkan agar mereka merayakan hari rayanya atau hal lainnya. Maka dalam hal ini, orang yang mengatakannya terlepas dari jatuh kedalam kekafiran, namun (sikap yang seperti itu) termasuk dalam hal-hal yang diharamkan. Ibarat ia mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada Salib. Bahkan ucapan selamat terhadap hari raya mereka dosanya lebih besar disisi Allah dan jauh lebih dibenci daripada memberi selamat kepada mereka karena meminum khamr atau membunuh seseorang, berzina, dan perkara-perkara yang sejenisnya. Dan banyak orang yang tidak paham agama terjatuh ke dalam perkara ini dan ia tidak mengetahui keburukan perbuatannnya. Maka siapa yang memberi selamat kepada seseorang yang melakukan perbuatan dosa, bid’ah atau kekafiran berarti ia telah membuka dirinya kepada kemurkaan Allah.” –Akhir dari perkataan Ibnul Qayyim.

(Syaih Utsaimin melanjutkan) Haramnya memberi selamat kepada orang kafir pada hari raya keagamaan mereka sebagaimana perkataan Ibnul Qayyim adalah karena didalamnya terdapat persetujuan atas kekafiran mereka dan menunjukkan ridha dengannya. Meskipun pada kenyataanya seseorang tidak ridha dengan kekafiran namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim meridhai syi’ar atau perayaan mereka, atau mengajak yang lain untuk memberi selamat kepada mereka. Karena Allah Ta’ala tidak meridhai hal tersebut, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, “Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuran itu.” (QS. Az-Zumar 39:7). Allah Ta’ala juga berfirman, “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Maaidah:3).

Maka memberi selamat kepada mereka dengan ini hukumnya haram, sama saja apakah terhadap mereka (orang-orang kafir) yang terlibat bisnis dengan seseorang (Muslim) atau tidak. Jadi jika mereka memberi selamat kepada kita dengan ucapan selamat hari raya mereka, kita dilarang menjawabnya karena itu bukan hari raya kita dan hari raya mereka tidak diridhai Allah karena hal itu merupakan hal-hal yang diada-adakan (bid’ah) didalam agama mereka atau hal itu ada syari’atnya tapi telah diihapuskan oleh agama Islam yang Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wa sallam telah diutus dengannya untuk semua makhluk. Allah Ta’ala berfirman tentang Islam, “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85). Dan bagi seorang muslim, memenuhi undangan mereka untuk menghadiri hari rayanya hukumnya haram. Karena hal ini lebih buruk daripada sekedar memberi selamat kepada mereka, dimana didalamnya akan menyebabkan berpartisipasi dengan mereka. Juga diharamkan bagi seorang muslim untuk menyerupai atau meniru-niru orang kafir dalam perayaan mereka dengan mengadakan pesta, bertukar hadiah, libur dari bekerja atau yang semisalnya. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu’alihi wa sallam, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam bukunya, Iqtidha’ Shirathal Mustaqim, “Menyerupai atau meniru-niru mereka dalam hari raya mereka menyebabkan kesenangan dalam hati mereka terhadap kebathilan yang ada pada mereka, bisa jadi itu menguntungkan mereka guna memanfaatkan kesempatan untuk menghina/ merendahkan orang-orang yang berpikiran lemah.” (Fatwa Syaikh Utsaimin dikutip dari www.salafy.or.id)

Berdasar pada ulasan diatas, maka telah jelas jika perayaan Natal itu sendiri merupakan sesuatu yang diada-adakan (bid’ah) didalam agama Kristen. Hal ini karena dalam Bibel sendiri tidak ada perintah untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Selain itu, perayaan Natal yang diadakan setiap tanggal 25 Desember tidak berdasar pada bukti ilmiah bahwa Yesus lahir pada waktu tersebut. Maka kaum Muslimin seharusnya tidak ikut serta dalam perayaan Natal dan tidak mengucapkan selamat hari raya pada mereka. Pengucapan selamat atas perayaan mereka mengandung persetujuan kita atas apa yang mereka lakukan. Padahal dalam perayaan Natal itu sendiri terjadi aktivitas penyekutuan terhadap Allah. Semoga Allah Ta’ala selalu memberikan kekuatan kepada kaum muslimin agar selalu tegak diatas agamanya. Syaikhul Islam Ibnu Timiyah berkata, "Ikut merayakan hari-hari besar mereka (Ahli Kitab) tidak diperbolehkan karena dua alasan".

Pertama. Bersifat umum, seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa hal tersebut berarti mengikuti ahli Kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita dan tidak ada dalam kebiaasaan Salaf. Mengikutinya berarti mengandung kerusakan dan meninggalkannya terdapat maslahat menyelisihi mereka. Bahkan seandainya kesamaan yang kita lakukan merupakan sesuatu ketetapan semata, bukan karena mengambilnya dari mereka, tentu yang disyari'atkan adalah menyelisihiya karena dengan menyelisihinya terdapat maslahat seperti yang telah diisyaratkan di atas. Maka barangsiapa mengikuti mereka, dia telah kehilangan maslahat ini sekali pun tidak melakukan mafsadah (kerusakan) apapun, terlebih lagi kalau dia melakukannya.

Alasan Kedua. Karena hal itu adalah bid'ah yang diada adakan. Alasan ini jelas menunjukkan bahwa sangat dibenci hukumnya menyerupai mereka dalam hal itu". Beliau juga mengatakan, "Tidak halal bagi kaum muslimin ber-Tasyabuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka ; seperti, makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan seperti bekerja dan beribadah ataupun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu, juga tidak boleh menampakkan perhiasan. Ringkasnya, tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas dari syi'ar mereka pada hari itu. (Dalam Iqtidha Shirathal Mustaqim, pentahqiq Dr Nashir Al-'Aql 1/425-426).

Fatwa dari Komisi Tetap Saudi Arabia
Sesungguhnya nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala kepada hamba-Nya adalah nikmat Islam dan iman serta istiqomah di atas jalan yang lurus. Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memberitahukan bahwa yang dimaksud jalan yang lurus adalah jalan yang ditempuh oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberi nikmat dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada dan sholihin (Qs. An Nisaa :69). Jika diperhatikan dengan teliti, maka kita dapati bahwa musuh-musuh Islam sangat gigih berusaha memadamkan cahaya Islam, menjauhkan dan menyimpangkan ummat Islam dari jalan yang lurus, sehingga tidak lagi istiqomah. Hal ini diberitahukan sendiri oleh Allah Ta'ala di dalam firman-Nya, diantaranya, yang artinya:
"Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguh-Nya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. 2:109).

Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang lain, artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, mengapa kamu menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu menyaksikan". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:99)

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menta'ati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu kebelakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi". (QS. 3:149)

Salah satu cara mereka untuk menjauhkan umat Islam dari agama (jalan yang lurus) yakni dengan menyeru dan mempublikasikan hari-hari besar mereka ke seluruh lapisan masyarakat serta dibuat kesan seolah-oleh hal itu merupakan hari besar yang sifatnya umum dan bisa diperingati oleh siapa saja.

Sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashara menghubungkan hari-hari besar mereka dengan peristiwa-peritiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai harapan baru yang dapat memberikan keselamatan, dan ini sangat tampak di dalam perayaan milenium baru (tahun 2000 lalu), dan sebagian besar orang sangat sibuk memperingatinya, tak terkecuali sebagian saudara kita -kaum muslimin- yang terjebak di dalamnya. Padahal setiap muslim seharusnya menjauhi hari besar mereka dan tak perlu menghiraukannya.

Perayaan yang mereka adakan tidak lain adalah kebathilan semata yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kelihatan menarik. Di dalamnya berisikan pesan ajakan kepada kekufuran, kesesatan dan kemungkaran secara syar'i seperti: Seruan ke arah persatuan agama dan persamaan antara Islam dengan agama lain. Juga tak dapat dihindari adanya simbul-simbul keagamaan mereka, baik berupa benda, ucapan ataupun perbuatan yang tujuannya bisa jadi untuk menampakkan syiar dan syariat Yahudi atau Nasrani yang telah terhapus dengan datangnya Islam atau kalau tidak agar orang menganggap baik terhadap syariat mereka, sehingga biasanya menyeret kepada kekufuran. Ini merupakan salah satu cara dan siasat untuk menjauhkan umat Islam dari tuntunan agamanya, sehingga akhirnya merasa asing dengan agamanya sendiri.

Telah jelas sekali dalil-dalil dari Al Quran, Sunnah dan atsar yang shahih tentang larangan meniru sikap dan perilaku orang kafir yang jelas-jelas itu merupakan ciri khas dan kekhususan dari agama mereka, termasuk di dalam hal ini adalah Ied atau hari besar mereka. Ied di sini mencakup segala sesuatu baik hari atau tempat yang diagung-agungkan secara rutin oleh orang kafir, tempat di situ mereka berkumpul untuk mengadakan acara keagamaan, termasuk juga di dalam hal ini adalah amalan-amalan yang mereka lakukan. Keseluruhan waktu dan tempat yang diagungkan oleh orang kafir yang tidak ada tuntunannya di dalam Islam, maka haram bagi setiap muslim untuk ikut mengagungkannya.


Larangan untuk meniru dan memeriahkan hari besar orang kafir selain karena adanya dalil yang jelas juga dikarenakan akan memberi dampak negatif, antara lain:

  • Orang-orang kafir itu akan merasa senang dan lega dikarenakan sikap mendukung umat Islam atas kebatilan yang mereka lakukan.
  • Dukungan dan peran serta secara lahir akan membawa pengaruh ke dalam batin yakni akan merusak akidah yang bersangkutan secara bertahap tanpa terasa.
  • Yang paling berbahaya ialah sikap mendukung dan ikut-ikutan terhadap hari raya mereka akan menumbuhkan rasa cinta dan ikatan batin terhadap orang kafir yang bisa menghapuskan keimanan. Ini sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala, artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim". (QS. 5:51)

Dari uraian di atas, maka tidak diperbolehkan bagi setiap muslim yang mengakui Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai nabi dan rasul, untuk ikut merayakan hari besar yang tidak ada asalnya di dalam Islam, tidak boleh menghadiri, bergabung dan membantu terselenggaranya acara tersebut. Karena hal ini termasuk dosa dan melanggar batasan Allah. Dia telah melarang kita untuk tolong-menolong di dalam dosa dan pelanggaran, sebagaimana firman Allah, artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu di dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. 5:2).

Tidak diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang intinya ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir, seperti : iklan dan himbauan; menulis ucapan pada jam dinding atau fandel; menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud; membuat cinderamata dan kenang-kenangan; membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat; membuat buku tulis;memberi keistimewaan seperti hadiah /diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun (yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu syiar mereka.

Kaum muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti tahun baru (masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah (hari baik) yang tepat untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di antaranya adalah seperti melakukan akad nikah, memulai bisnis, pembukaan proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan ke-istimewaan di atas hari-hari yang lain.

Dilarang bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di hati mereka. Berkaitan dengan ini Ibnul Qayyim rahimahullah pernah berkata, "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah disepakati kaharamannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka, puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat hari raya (dan yang semisalnya), meskipun pengucapnya tidak terjerumus ke dalam kekufuran, namun ia telah melakukan keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamr, pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang siapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah". Demikian ucapan beliau rahimahullah!

Setiap muslim harus merasa bangga dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati oleh para Sahabat Radhiallaahu’anhumma, sebisa mungkin kita pertahankan penggunaannya, walau mungkin lingkungan belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal sahabat hingga sekarang (sudah 14 abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini, tidak perlu dengan mengadakan perayaan-perayaan tertentu.

Demikianlah sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap mukmin, hendaknya ia selalu menasehati dirinya sendiri dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknat-Nya. Hendaknya ia mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Dia sebagai penolong. Fatwa Komisi Tetap untuk Penelitian Ilmiyah dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi tentang Perayaan Milenium Baru tahun 2000.

Tertanda
Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh
Anggota: Syaikh Abdullah bin Abdur Rahman Al-Ghadyan, Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Syakh Shalih bin Fauzan Al Fauzan

Demi Masa - Allah Sentiasa Bersama Mu

Assalamualaikum wbt
Kaifahaluka
Jika kau merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia
Allah SWT tahu betapa keras engkau sudah berusaha

Ketika kau sudah menangis sekian lama dan hatimu masih terasa pedih...
Allah SWT sudah menghitung airmatamu

Jika kau pikir bahwa hidupmu sedang menunggu sesuatu dan waktu serasa berlalu begitu saja...
Allah SWT sedang menunggu bersama denganmu

Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu sibuk untuk menghubungimu...
Allah SWT selalu berada disampingmu

Ketika kau pikir bahwa kau telah mencuba segalanya dan tidak tahu hendak berbuat apa lagi...
Allah SWT punya jawapannya


Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan...
Allah SWT dapat menenangkanmu

Jika tiba-tiba kau dapat melihat jejak-jejak harapan...
Allah SWT sedang berbisik kepadamu

Ketika segala sesuatu berjalan lancar dan kau merasa ingin mengucap syukur..
Allah SWT telah memberkatimu


Ketika sesuatu yang indah terjadi dan kau dipenuhi ketakjuban...
Allah SWT telah tersenyum padamu


Ketika kau memiliki tujuan untuk dipenuhi dan mimpi untuk dikecapi...
Allah SWT sudah membuka matamu dan memanggilmu dengan namamu


Ingat bahawa dimanapun kau atau kemanapun kau menghadap...
Allah SWT TAHU...

Dari Abdullah bin 'Amr r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda, Sampaikanlah pesanku biarpun satu ayat

(Allah) mengilhamkan(sukma) kejahatan dan kebaikan,sungguh, BAHAGIALAH siapa yg menyucikannya,dan sungguh RUGILAH siapa yg

mencemarkannya,(Asy Syams 91:8-10)

Friday, December 12, 2008

Qurban Memerlukan Pengorbanan

Barakallah hu lakum

'Dan kami tebus anaknya itu dengan seekor binatang sembelihan yang besar. Dan Kami kekalkan baginya (nama yang harum) dalam kalangan orang-orang yang datang kemudian. Salam sejahtera kepada Nabi Ibrahim! '[as-Saffat 37:107-109]'

Cinta membuatkan pengorbanan terasa bahagia. Cinta menghilangkan rasa beban apabila memberi. Itulah kunci kebahagiaan sebuah pengorbanan. Idul Adha mengajak kita meraikan kisah cinta antara hamba dan Pencipta. Cinta kepada Pencipta hanya ada bagi mereka yang berjiwa hamba. Nabi Ibrahim 'alaihissalam dan Ismail 'alaihissalam sudah berjaya dan bahagia dengan cinta mereka.

Yaa ALLAH... jadikanlah hatiku ini hati seorang hamba yang mampu mengekalkan rasa cinta yang hakiki pada MU...

Apakah kesudahan pada haiwan sembelihan/qurban (gantian/tebusan drp Nabi Ismail a.s.) tuu...

Adakah sembelihan qurban tu dimakan oleh Nabi Ibrahim a.s. bersama anaknya Nabi Ismail a.s. atau bagaimana... ?

SEMBELIHAN AGUNG

Bagaimana pun jua, Nabi Ibrahim tidak pernah lupa terhadap anak dan isterinya yang ditinggalkan di tempat yang sangat jauh, di padang pasir yang tandus, dimana tidak terdapat manusia dan tumbuh tumbuhan. Ditinggalkannya dengan menyerahkan nasib keduanya hanya kepada Allah swt semata. Lebih lebih lagi terhadap anaknya Ismail, anak yang bertahun tahun di idam idamkannya. Diutuskannyalah orang untuk mengetahui
keadaan anak dan isterinya. Alangkah gembira dan bahagianya Ibrahim, setiap orang yang diutusnya itu datang membawa khabar yang mengatakan bahawa keadaan anak dan isterinya adalah dalam keadaan sihat walafiat. Apalagi di tempat di mana ia ditinggalkan itu,sudah timbul sebuah sumber mata air,sehinggakan sumber itu telah didatangi banyak musafir,sehingga sudah agak ramai. Ibrahim bersyukur, berdoa, lalu
bersyukur dan berdoa lagi: Ya Allah, aku meninggalkan anak dan isteriku di tempat sepi yang tidak ada manusia dan tidak ada pula buah buahan. Berilah mereka rezeki yang merupakan air dan buah buahan, jadikanlah hati manusia tertarik kepada
mereka, agar mereka tidak hidup dalam kesepian saja.Doa seorang bapa terhadap anak dan isteri yang jauh di mata,adalah termasuk doa yang sangat diperhatikan dan dikabulkan oleh Allah. Apalagi yang berdoa itu adalah seorang Nabi dan Rasul, bapa dan nenek moyang semua Nabi dan Rasul.
Beberapa tahun sudah lampau sejak berpisah. Kerinduan Ibrahim untuk melihat wajah anak dan isterinya Hajar sudah tidak tertahankan lagi. Dengan seizin isterinya Sarah, Ibrahim berangkatlah menuju ke Selatan, mencari anak dan isterinya itu.Didapatinya, tempat dimana isteri dan anaknya ditinggalkannya dahulu itu sudah menjadi ramai, tempat manusia berkumpul dan menetap. Tempat itu telah diberi orang nama, iaitu Bakkah atau Mekah. Diketahuinya bahawa isteri dan anaknyalah yang dianggap orang banyak sebagai pemilik atau penguasa sumber air yang bernama Telaga Zamzam itu. Sebab itu isteri dan anaknya itu mendapat penghormatan dari seluruh penduduk dan pendatang. Kehidupan ibu dan anaknya sudah menjadi baik. Disamping sebagai penguasa Telaga Zamzam, juga sudah memiliki ternakan yang terdiri dari berpuluh puluh ekor kambing yang dibiakkan dan diperah susunya.Ibrahim bertanyalah kepada siapa yang ia temui, dimana adanya anak dan isterinya itu sekarang. Dikatakan orang bahawa keduanya ada di suatu dataran, sedang menggembalakan ternak, kambing. Ibrahim datangi tempat yang ditunjukkan orang banyak itu. Akhirnya bertemulah Ibrahim dengan anak dan isterinya di satu tempat yang dinamai sekarang ini Padang Arafat.
Pertemuan yang sangat mesra. Maklumlah sudah sekian lama berpisah tak bertemu. Bertemu dalam keadaan sihat walafiat, gembira dan bahagia. Jauh berbeza dengan saat berpisah beberapa tahun yang silam. Mereka serentak bersama mengucapkan kalimat kalimat membesarkan Allah, mensucikan dan memuji: Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahil Hamdu.Setelah matahari terbenam, panas terik sudah berganti dengan udara senja, Ibrahim bersama dengan isterinya Hajar dan anaknya Ismail berangkat pulang (ke Mekah), mereka berhenti di suatu tempat yang sekarang dinamai Muzdalifah (dalam al-Quran di-namai Masyaril Haram) dimana mereka tertidur karena lelah. Di dalam tertidur sejenak itulah Ibrahim bermimpi bahawa Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya sebagai korban. Setelah ia terbangun, ia membisikkan kepada anaknya Ismail: Hai anakku, aku bermimpi diperintah Allah untuk menyembelihmu, bagai manakah gerangan pendapatmu? Ismail menjawab tanpa ragu: Wahai bapaku, laksanakanlah apa yang diperintahkan Allah itu, dan aku akan tetap tabah, insya Allah. Dua kalimat yang tak ada taranya di atas bumi ini.Pertama kalimat yang keluar dari mulut seorang bapa. Kedua kalimat yang keluar dari mulut seorang anak. Ketabahan bapa tak kurang dari ketabahan anak, sedang ketabahan anak juga tak kurang dari ketabahan bapanya. Ketabahan yang hanya dimiliki oleh orang yang penuh iman dan penyerahan diri kepada
Tuhannya. Sekalipun sebelumnya Ibrahim dan Ismail sudah sering diuji.
Ibrahim sudah diuji dengan pembakaran di tengah gejolak api, ia tabah dan jalankan, akhirnya selamat. lsmail dan ibunya sudah diuji ditinggalkan sendirian di tengah padang pasir tanpa bekal dan tak ada manusia.Kedua duanya tabah dan selamat pula. Sekarang kedua duanya diuji dengan ujian yang lebih berat, iaitu dengan mata pedangnya sendiri diperintahkan menyembelih leher anaknya yang sangat dicintainya, yang baru saja berjumpa setelah berpisah bertahun tahun lamanya. Keduanya pun tabah.Sungguh tak ada sesuatu yang lebih hebat dari keimanan di alam yang luas ini.Satu cubaan yang amat berat dan maha hebat.
Sejak muda belia Ibrahim bercita citakan untuk memperolehi seorang anak.Setelah mendapat anak, dengan susah payah dia mengembara bersama anak itu untuk menjalankan baktinya terhadap Allah.Sekarang ini sudah amat tua, engharapkan betul akan anak itu untuk menjadi penggantinya. Anak itu diperintahkan Allah untuk disembelihnya dengan tangan sendiri pula.Keimanan dan ketaatan Ibrahim dan Ismail terhadap Tuhannya,sanggup menjalankan yang demikian itu. Atau pun yang lebih erat dari itu, kalau ada. Keduanya bersiap untuk menjalankan perintah itu di saat itu juga. Keduanya berangkatlah menuju suatu tempat di daerah yang berbukit bukit, di kaki sebuah gunung, iaitu daerah yang disebut Mina (atau Muna) sekarang ini.
Sebelum sampai di tempat yang dituju itu, di tengah jalan keduanya berjumpa dengan seorang manusia yang menanyakan akan maksud dan tujuannya berdua. Setelah Ibrahim menerangkan bahawa maksudnya ialah untuk menyembelih anaknya itu sebagai korban kepada Allah, orang itu melarangnya dengan berbagai bagai alasan. Dengan larangan itu, Ibrahim dan Ismail percaya bahawa manusia itu adalah Iblis yang menyamar sebagai manusia dan memberi nasihat. Iblis itu dilemparinya dengan batu berulang ulang, sampai mati, di suatu tempat yang sekarang disebut Jamratul-ula.Setelah perjalanan diteruskan lagi, dengan jarak kira kira hanya 400 meter dari tempat itu, datang pula seorang manusia lain yang juga melarang dan menasihati, agar perintah itu tidak dijalankan dengan berbagai bagai alasan pula. Ibrahim dan
lsmail kembali melempari orang itu berulang ulang dengan batu,sehingga ia lari, kerana itulah Iblis yang datang menggodanya.Setelah berangkat dan dengan jarak kira kira 400 meter pula,datang pula seorang lain yang juga melarangnya untuk
melaksanakan perintah Tuhan itu. Kembali Ibrahim dan lsmail dilemparinya dengan batu, iaitu ditempat yang sekarang ini dinamai Jamratul-Aqabah dan yang sebelumnya itu adalah Jamratul-Wusta.
Akhirnya Ibrahim dan lsmail sampailah di suatu tempat di kaki sebuah bukit yang tinggi yang sekarang ini dinamai Bukit Malaikat (di Mina), dimana Ibrahim akan melaksanakan perintah Tuhan dengan menyembelih leher anaknya Ismail.Keduanya sudah bersiap, Ibrahim sudah bersiap dengan pedang tajam yang terhunus di tangan kanannya untuk menyembelih.Sedang lsmail sudah bersiap merebahkan dirinya di atas sebuah
batu besar membukakan lehernya untuk disembelih.Sekadar untuk sedikit meringankan beban penderitaan batin dari kedua manusia besar itu, lsmail mengusulkan kepada bapanya agar mengikat kedua tangan dan kedua kakinya, dan agar baju yang menutupi badannya dibuka saja, lalu ditutupkan ke wajah mukanya sendiri. Ia usulkan pula agar perintah itu segera saja dijalankan, dengan mengasah pedang lebih dahulu agar lebih
tajam, supaya tidak begitu lama akibat yang timbul karena penyembelihan ini.
Setelah mengucapkan salam selamat tinggal kepada ibu dan bapanya, lsmail mengusulkan pula, agar bajunya itu nanti diserahkan kepada ibunya, agar baju itu dapat dicium oleh ibunya bila ibunya merindukan dirinya. Dan baju itulah pula sebagai pusaka untuk ibu yang ditinggalkannya.
Sekarang tibalah saatnya untuk melaksanakan penyembelihan itu. Baru saja Ismail merebahkan lehernya di atas batu, dan Ibrahim bersiap mendekatkan mata pedang ke lehernya, tiba tiba dari atas puncak bukit itu terdengar suara memanggil
namanya: Hai Ibrahim, sungguh engkau sudah siap untuk melaksanakan perintah Tuhan dalam mimpimu. Kami akan mengganjar kamu setimpal dengan ketaatanmu itu.
Ibrahim segera menoleh ke tempat datangnya suara itu, ia melihat satu Malaikat turun ke bawah membawa seekor kibas yang amat bagus, gemuk, sihat. Berkata Malaikat itu:
Hai Ibrahim, sembelihlah kibas ini sebagai ganti anakmu Ismail itu makanlah dagingnya, jadikanlah hari ini hari raya bagimu berdua, dan sedekahkanlah sebahagian dari dagingnya untuk fakir miskin sebagai korban.Darah tertumpah di atas batu membasahi bumi, bukan darah Ismail, tetapi darah seekor kibas yang gemuk dan sihat.
Begitulah caranya Allah menebus korban Ismail dan korban Ibrahim. Ditebus Allah dengan satu penyembelihan agung, satu macam penyembelihan yang amat agung maksud dan
pelaksanaannya.
Terhadap peristiwa ini, Allah berfirman di dalam al-Quran: Wa fadainahu bi zibhinadzim (Kami tebus dia dengan satu sembelihan agung). Yang sebenarnya leher atau jiwa Ismail,tidak sepadan kalau hanya ditebus dengan se ekor kibas saja,
bahkan tidak sepadan kalau ditebus dengan menyembelih seluruh kibas yang hidup ketika itu di seluruh permukaan bumi ini.

Karena seekor kibas saja tidak sepadan, maka Allah dengan perantaraan Nabi Muhammad s.a.w. memerintah kepada semua orang yang beriman dari dahulu sampai sekarang dan sampai hari kiamat agar menyembelih kambing sebagai korban dan aqiqah. Korban hukumnya wajib bagi setiap orang yang melakukan ibadat haji, dan hukumnya sunnah muakkadah bagi setiap Muslim yang tak melakukan ibadat haji, pada setiap tahun, iaitu dari tanggal 10 sampai 13 Zulhijjah. Selain dari itu,kepada setiap orang Islam yang mendapatkan seorang anak,disunnahkan pula memotong kambing sebagai aqiqah, ertinya sebagai tebusan bagi anaknya.
Demikianlah beratus ratus ribu kambing, kibas, lembu dan unta setiap tahun di Hari hari raya Haji disembelih oleh kaum Muslimin di mana saja mereka berada sebagai korban atau aqiqah yang pada dasarnya untuk turut menebus jiwa Nabi Ismail itu, yang dagingnya diberikan kepada kaum fakir miskin.Setiap orang yang turut berkorban dan beraqiqah merasa turut menebus jiwa Ismail. Dan keadaan demikian yang berlangsung
terus-menerus sampai hari kiamat. Dari itulah sebabnya, maka Allah menyebut kejadian tersebut dengan kata: Zibhin Adzim.
Iaitu satu sembelihan yang amat agung dasar dan tujuannya,berbeza dengan penyembelihan lain lainnya yang dilakukan oleh orang orang yang tidak beragama Islam.
Agama Islam mengundang seluruh manusia yang beriman dari seluruh bangsa dan negara untuk berkumpul ke Mekah sekali seumur hidup, iaitu melakukan ibadat haji, selain untuk berkenalan, persatuan dan persaudaraan, juga untuk menyaksikan syaairillah, iaitu tempa tempat yang ditempuh Ibrahim, Ismail dan Hajar dalam menjalankan perintah Allah,juga untuk menegakkan syiar kebesaran Allah. Tempat tempat
itu ialah Baitullahil-Haram (Kabah), Telaga Zamzam, Safa,Marwah, Arafat, Muzdalifah (Masyaril Haram), Jamratul-Ula,Jamratul-Wusta, Jamratul-Aqabah pada hari hari tertentu, iaitu sejak tanggal 9 Zulhijjah sampai 13 Zulhijjah. Dengan berpakaian Ihram, iaitu pakaian Ibrahim dan Ismail, wuquf diArafah, berhenti malam di Muzdalifah, melempar ketiga Jamrah,wukuf beberapa hari di Mina dan berkorban menyembelih kambing, sapi atau unta. Lalu bertawaf keliling Kabah,
sembahyang sunat di Makam Ibrahim , minum air Zamzam, Sai (berlari) antara Safa dan Marwah, lalu memotong rambut.Selama melakukan ketentuan ketentuan tersebut didalam
beribadat yang dinamai ibadat haji, orang tidak boleh bertengkar, berkata yang tidak baik, memotong dan membunuh segala makhluk bernyawa, tidak boleh mencabut segala macam yang tumbuh di bumi.
Demikianlah Agama Islam menegakkan syaairillah, menegakkan ajaran Nabi Ibrahim. Satu agama yang semakin lama semakin besar mendapatkan penganut dan pengikut, terdiri dari manusia manusia berbagai bangsa. Satu agama yang kekal dan abadi sampai hari kiamat, insya Allah.

wassalam
Mod